09 Agustus, 2008

Mada.....

Dalam ruangan 3,5 x 4 meter ini, ditemani oleh komputer-komputer server dan switch hub yang menderu bergemuruh, ana coba mengingat kembali kepingan-kepingan kehidupan yang pernah dilalui dalam masa yang lalu. Ana berharap akan mendapatkan sebuah ide untuk ditulis disini. Ide yang nantinya juga berguna dalam menapaki hari-hari. Alhamdulillah, ide itu ternyata muncul juga. Ana teringat salah seorang teman di kampung dulu. Sebenarnya beliau masih berada di bawah ana ditinjau dari segi usia. Dan jika dibilang teman, juga kurang tepat karena beliau lebih sering berinteraksi dengan abang dibanding dengan ana sendiri. Perilakunya yang sangat keras kepala menginspirasi ana untuk menuliskannya disini. Untuk itu ana beri judul goresan kali ini dengan judul "mada".
Dalam kesehariannya orang-orang di kampung ana menggunakan kata "mada" sebagai sebuah konotasi negatif. Mada berarti keras kepala dan susah diatur. Hal ini bahkan bisa berarti sebagai sebuah kebodohan dan tidak mau tahu. Seorang anak dikatakan mada jika di sekolahnya mendapatkan nilai jelek dan rangking yang jauh dari juara. Sesorang juga dikatakan mada apabila setelah diajari beberapa kali namun masih belum juga paham dengan apa yang telah disampaikan kepadanya. Ada seseorang yang mengatakan kepada ana bahwa Gajah Mada yang menjadi orang kepercayaan Raja Hayam Wuruk di zaman Majapahit dulu adalah orang Minangkabau. Ia dikatakan mada oleh orang Minangkabau, namun diterima di tanah jawa. Tentang kebenaran cerita ini, wallahu a'lam.
Nah, dalam goresan kali ini ana teringat tentang perilaku teman tadi. Suatu kali ana, abang dan teman tersebut tidur di pondok yang berada ditengah kandang ayam abang. Waktu itu ana sudah SMA. Abang seringkali berkelakar dengan teman tersebut dan sesekali ana lihat beliau memukul teman tadi. Pukulan yang dilakukan sebenarnya ana nilai terkadang cukup kasar dan telak. Namun anehnya teman tersebut seakan tidak merasakan bahwa pukulan itu ada. Mereka terus saja bercanda dan berbicara dengan santai. Kelakar yang pada awalnya hanya menggunakan tangan berlanjut dengan menggunakan kaki. Dan tiap kali tendangan abang mengenai dengan telak ke tubuh teman tersebut, sekali lagi beliau seakan tidak merasakannya. Bahkan dengan santainya dia tetap tertawa-tawa. Aneh, ana kira perilaku mereka memang aneh. Ana melihat abang juga terkadang sudah sangat sewot dan geram melihat candaan dari teman tersebut. Dan lagi-lagi pukulan dan tendangan abang mendarat ditubuh teman itu. Tiap kali ditendang dan dipukul, hanya tawa yang keluar dari mulutnya dan candaan ala preman kembali mengalir dari mulutnya. Ana hanya melihat dan mendengar dari sebelah mereka. Walaupun tak ada jarak ana dengan abang karena kami hanya tidur ditikar pandan, namun ana tidak mencampuri urusan mereka berdua. Dan pada akhirnya ana tertidur sendiri setelah lelah memperhatikan mereka berkelakar....
Dari pengalaman kecil tersebut, tergores dalam benak ana akan arti sebut kata mada. Mungkin teman tersebut adalah orang yang dikatakan mada oleh kawan-kawan yang lain. Beliau memang kurang mengenyam pendidikan dan kesehariannya lebih sering berinteraksi dengan para pelaut dan buruh di tepi pantai. Pola bicaranya juga cukup kasar dan terkadang kurang bersahabat. Namun, ada hikmah yang bisa ana ambil disana. Ketika kita berbicara tentang mada dalam hal yang positif, ini adalah sebuah kebaikan yang besar. Mada dalam menyampaikan kebaikan, mada dalam berdakwah, mada dalam menuntut ilmu ataupun mada dalam mencari link bagi yang sedang tertarik dengan bisnis MLM. Tentunya mada ini akan menjadi kata yang berkonotasi positif. Teman yang digambarkan dalam pengalaman ana tadi dengan senang hati menerima segala perlakuan negatif terhadapnya. Tidak sedikitpun merasa tersinggung dengan kata-kata kasar dan perlakuan kasar terhadapnya. Alangkah baiknya jikalau ketika kita memiliki cita-cita yang positif dan menguatkan azzam untuknya maka sudah di plot dalam otak kita untuk bersikap mada dalam mencapainya.....

Tidak ada komentar: