09 Februari, 2008

Sensitifitas terhadap dosa

Hari ini ana diingatkan lagi oleh ustadz untuk kembali mengoreksi diri. Ada kesalahan apakah yang telah diperbuat hari ini ? minggu ini ? atau bulan ini?. Begitu banyak dan panjang jalan yang telah dan akan kita lalui. Sejauh ini, sudah seberapa banyak kita memuhasabahi diri kita terhadap setiap amal yang telah kita lakukan ?. Momentum hijrah yang telah berlalu satu bulan apakah sudah cukup membuat diri kita benar-benar hijrah dari perilaku jahiliyah kepada perilaku islami? Ini patut menjadi renungan bagi kita semuanya. Alangkah merugi kita tatkala setiap detik yang kita lalui dipenuhi dengan perbuatan-perbuatan kosong yang tak memiliki makna apapun terhadap akhirat kita. Bahkan bisa jadi bermakna jelek. Naudzubillahi min dzalika.
Adakah hari-hari yang kita lalui ini menjadi hari yang berdaya guna untuk mengubah diri kita kearah yang lebih baik? tentunya kita sendirilah yang lebih tahu.
Terkadang kita merasa do'a-do'a yang kita mohon kan kepada Allah swt tidak jua kunjung terkabul. Padahal kita sudah memohonkan dengan ketundukan yang dalam kepadanya. Ada apakah gerangan ?
Disaat seperti inilah kita seharusnya menilik kebelakang lagi. Ada banyak ibroh yang dapat kita petik dari kehidupan para shalihin. Kita patut berkaca pada salah seorang dari mereka, Tatkala kendaraan yang ditumpanginya tiba-tiba tidak patuh maka dengan segera ia memuhasabahi dirinya. Dosa apakah yang telah ia lakukan sehingga kendaraan tersebut tidak patuh lagi. Mungkin bagi kita tidak patuhnya kendaraan atau mogoknya itu sudah biasa. Tidak ada masalah. Kita bisa jadi beralasan bahwa sudah saatnya mungkin ia mogok karena selama ini digunakan. Tapi tidak wahai saudaraku, sang hamba Allah tersebut ternyata membalikkan kepada dirinya. Adakah perbuatan yang salah yang telah saya lakukan terhadap Allah swt sehingga kendaraan ini menjadi mogok?. Betapa sensitifnya mereka dengan dosa.
Pun ketika kita lihat tokoh Fiqih yang namanya harum dengan karya-karya beliau yang monumental, Imam Syafi'i. Saat hafalannya bermasalah, beliau menanyakan kepada ibunya tentang makanan yang telah diberikan oleh ibunya kepadanya. Ketika sang ibu memberitahu bahwa makanan yang diberikan kepada beliau adalah makanan yang ia dapatkan disalah satu tempat yang kurang jelas. Maka dengan serta merta beliau memuntahkannya dan mengingatkan ibundanya, jikalau ingin sang ibu menjadikannya ahli fiqih maka ibu harus memberikan makanan yang halal dan jelas kepadanya. Beliau meminta ibunya segera mendatangi tempat beliau mendapatkan makanan tersebut dan meminta kerelaan yang empunya. Betapa teladan ini begitu indah.
Abu Bakar Ashshiddiq Ra, setelah meminum susu yang diberikan oleh budaknya menanyakan darimana budak tersebut mendapatkan susu tersebut. Tatkala sang budak menjelaskan bahwa susu tersebut berasal kambing yang tak jelas asal muasalnya, serta merta beliau memasukkan jarinya kedalam kerongkongannya sehingga susu yang sudah ditelan tersebut termuntahkan lagi.
Ya Allah inilah potret generasi pertama Islam yang penuh dengan mutiara keteladanan. Adakah teladan ini bisa kami ikuti ditengah galaunya kehidupan kami? Sungguh keteladanan yang begitu indah, begitu hinanya diri ini dihadapan-Mu ya Allah. Kami malu pada mereka yang telah dengan ikhlas memegang dengan kuat risalah-risalah rasul-Mu. Ya Allah, tanamkan dalam diri ini keimanan yang menghunjam. Jadikan diri ini hamba-Mu yang senantiasa merasakan pengawasan dari-Mu. Hamba yang senantiasa memiliki sensitifitas terhadap dosa-dosanya. Amin ya Rabb.

Tidak ada komentar: