02 Februari, 2009

Tukang Parkir dg Tukang Palak

Tadi siang, motor ana bocor. Tak terasa, karena konsentrasi mencari kantor imigrasi (for passport) motor tersebut tetap ana gunakan. Saat sudah terasa sekali getaran plat dengan aspal, barulah ana menyadari bahwa ban sudah benar-benar kempes. Tanya sana sini di sepanjang jalan, akhirnya dapat juga sebuah tempat tempel benen. Beberapa menit berlalu, azan berkumandang. Ana bergegas ke Masjid. Sholat dzuhur dan kemudian berangkat lagi ke tempat perbaikan motor.
Sebelum menyebrang jalan, ana menoleh kearah salah seorang pemuda yang menunggui mobil di halam depan masjid. Beliau bekerja sebagai juru parkir disana. Hm, kerja yang mulia ana kira. Mulia lantaran ia menjaga barang orang lain agar tak dijarah oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab. Dengan hanya bayaran Rp.1000,- perkendaraan, maka kendaraan akan aman dan terjamin dari tangan-tangan dzalim tadi.
Itulah sebagian pekerjaan yang menjadi penghidupan bagi sebagian orang di Padang ini. Namun, tak semua tukang parkir tentunya mendapat kehormatan dan menyandang gelar mulia sebagaimana yang ana sampaikan tadi. Ada kalanya tukang parkir menjadi sebuah momok yang menakutkan (terutama bagi ana :) ). Betapa tidak, kebanyakan tukang parkir disini kurang memperhatikan tugas dan tanggungjawabnya sendiri. wallahu a'lam apakah memang demikian, atau hanya pikiran ana yang kurang baik dalam merespon pekerjaan mereka tersebut. Katakanlah pada beberapa tempat, tukang parkir biasanya hanya memperhatikan pengendara yang masuk ke 'wilayah kerjanya'. Apakah nantinya ia akan bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan kendaraan ? entahlah. Yang jelas, tatkala pengendara keluar dari 'daerah kerja' tadi, dengan serta merta ia akan meminta uang parkir. Bahkan ada juga tukang parkir yang terlihat hanya tatkala orang-orang sudah akan pulang dan mengambil kendaraannya. Dimanakah tukang parkir sebelumnya? tentu jadi tanda tanya.
Saat ingat dengan kondisi yang terjadi tersebut, ana jadi tersenyum tatkala melewati penyebrangan jalan. Kalau tukang parkir tersebut hanya hadir ketika meminta uang parkair saja, apa bedanya dengan tukang palak ya ???
Terkait masalah parkir memarkir ini, seharusnya pemerintah kota lebih memperhatikan. Terkadang ana heran, satu tempat saja ada beberapa uang parkir yang mesti dibayarkan. Ok, sekarang coba ana indeks dulu :
Berbayar :
1. RS M DJamil
>> Parkir Depan ( 500/1000) + Parkir Dalam (500/1000) = 1000/2000 per satu kali masuk RS
2. Masjid Nurul Iman, Masjid Taqwa Muhammadiyah
>> Parkir Kendaraan (500/1000) + Parkir Sandal (500/1000) = 1000/2000 per satu kali sholat
3. Kantor Imigrasi
>> Parkir Kendaraan 1000
dll.
Bedakan dengan beberapa tempat ini :
1. RS Aisyiyah, RS Selaguri, RS Selasih, RS Ibnu Sina
>> gratis
2. Universitas Andalas
>> gratis
3. Kantor Walikota Padang
>> gratis
dll.

Dari beberapa tempat tersebut, ana melihatnya ini terkait dengan kebijakan dari pimpinan lembaga tersebut. Katakanlah masjid. Sebenarnya agak lucu juga ketika di masjid kita dapatkan berbagai pungutan. Pungutan yang kadang dengan pemaksaan. Atau kalau tidak dengan paksaan, maka dengan resiko kehilangan.. (wah!). Bagaimana orang akan datang dengan nyaman ke rumah ibadah kita jikalau untuk kesana mereka harus dibebankan dengan berbagai pungutan atau dengan resiko ?. Sudah patut sebenarnya kita memuliakan mereka karena bersegera menuju kebaikan. Nah, sebagaimana yang ana sampaikan tadi, maka di masjid tentulah ada pengurus masjid yang berkuasa untuk mensejahterakan dan memanjakan para tamu Allah dengan layanan yang memuaskan. Bisa jadi dengan menggaji orang untuk menjadi penjaga parkir atau menyediakan tempat sandal khusus yang memiliki loker dan kunci yang dipegang oleh jamaahnya.
Suatu kali ana di minta uang parkir oleh anak-anak kecil di Masjid Nrl U, padahal ana tahu, mereka tidak ada ditempat parkir itu sebelumnya. Ana tanya kepada mereka untuk siapa uang parkir tersebut, hal yang mencengangkan dari anak-anak yang masih polos tersebut, katanya untuk seorang pemuda yang menyuruh mereka untuk meminta uang parkir. Dengan nada sedikit penekanan, ana serahkan kepada mereka uang dua ribuan akan tetapi ana sampaikan agar uang itu mereka gunakan untuk diri sendiri. Tidak untuk pemuda yang menyuruh mereka. Ana sampaikan bahwa ana tidak suka jika di rumah Allah ada pungutan yang tak jelas ujung pangkalnya.
Tidak berbeda jauh dengan kondisi masjid, di RS M Djamil akan di temui 2 pos 'isian wajib' agar kita tak mendengar kata-kata kasar yang 'menyentuh' dari penjaganya. Padahal kalau lah kita pikir ulang, tak seharusnya keluarga yang sudah dibebani dengan musibah sakit, ditambah dengan beban pungutan tambahan. Kapan ya, ini bisa kita ubah.
Ana termasuk orang yang sudah beberapa kali berdebat dan hampir tiap kali itu pula bertengkar dengan para penjaga tempat pos 'isian' tadi. Ana bukannya tidak taat pada aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, ana rasakan ini sebuah kedzaliman terhadap publik. Disamping alasan yanga da diatas tadi, penjaga pos 'isian' biasanya akan mengambil uang 1000 untuk tiap kali masuk kendaraan. Padahal jelas pada kupon parkir yang diberikannya tertulis 500. Aneh. Perdebatan yang ana lakukan dengan para penjaga itu, lebih karena ketidak adilan yang terjadi disana.
Mudah-mudahan nanti pemerintah kota dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan baik. Termasuk juga dengan masjid tentunya. Kasihan, orang-orang yang sudah masuk rumah Allah kemudian dibebani dengan berbagai pungutan. Sementara di luar sana banyak orang-orang yang tak kenal dengan rumah Allah ini. Patutlah hendaknya pengurus masjid bergembira atas kedatangan mereka dengan memudahkan mereka. Bukannya dengan memberatkan.

Tidak ada komentar: